Diberdayakan oleh Blogger.

Latest Post

Foto-Foto Talang Mamak

Written By Unknown on Sabtu, 05 November 2016 | Sabtu, November 05, 2016



















Asal Usul Suku Talang Mamak

P. Antoine Vitte, MEP

Written By Unknown on Sabtu, 28 Mei 2016 | Sabtu, Mei 28, 2016

Pada tahun 1986 P. Antoine Vitte menginjakkan kakinya di Siambul, suatu kampung Talang Mamak yang terletak di Kec. Sebrida (sebelum pemekaran), sekarang nama kecamatannya adalah Batang Gansal. Ia bertemu dengan Bpk. Nafsun, kepala desa Siambul pada waktu itu. Bapak inilah yang mengundang pastor untuk datang ke kampungnya dalam suatu acara di Jakarta. Undangan itu dijawab dengan kehadiran P. Antoine Vitte, MEP. Kehadiran itu dimaksudkan untuk menyebarkan iman Kristen di desa Siambul yang pada waktu itu masih menganut kepercayaan tradisional yang pada saat itu tidak dianggap sebagai suatu agama dan tidak ada kolomnya di KTP. Sementara itu bila tidak memiliki agama, dianggap sebagai masyarakat yang tertinggal dan animis. Ada rasa malu jika tidak mempunyai suatu agama.

Kehadiran P. Antoine Vitte di Siambul memulai babak baru kehidupan rohani, sosial dan ekonomi masyarakat desa Siambul. P. Vitte mendirikan rumah sederhana sebagai tempat tinggalnya di sana dengan maksud agar dia bisa tinggal bersama masyarakat Siambul sehingga komunikasi dengan masyarakat lebih mudah. Pastor bisa mengenal lebih jauh kehidupan masyarakat demikian pun masyarakat dapat lebih mengenal P. Vitte. Pastor Vitte mulai mendorong anak-anak Siambul untuk bersekolah. Bukan cuma mendorong tapi dia turut membantu mereka untuk bersekolah misalnya dalam hal biaya. Bahkan beberapa orang dikirim ke Jambi untuk menikmati pendidikan di sana. Pelan-pelan semangat masyarakat untuk bersekolah pun bangkit. Di bidang ekonomi P. Vitte mengupayakan sebidang lahan yang cukup luas untuk ditanami karet. Lahan itu dibersihkan bersama, setelah tertanam, lahan dibagi kepada masyarakat dengan luas 2 ha per setiap anggota yang terlibat dan mau bergabung untuk membuka lahan tersebut. Hasilnya juga dipasarkan secara bersama. Sayang bahwa sekarang ini sebagian besar dari lahan tersebut telah terjual pada perusahaan batu bara yang melakukan penggalian batu bara di desa Siambul. Di bidang sosial P. Antoine Vitte mencoba menyadarkan masyarakat akan pentingnya ketekunan dan kerajinan untuk bekerja dan tidak dininabobokkan oleh kebiasaan masyarakat yang kurang positif untuk perkembangan seperti kebiasaan berjudi yang diadakan di luar pesta-pesta adat. P. Antoine Vitte juga mendatangkan tenaga kesehatan untuk meningkatkan kebersihan dan kesehatan masyarakat. Tenaga kesehatan itu tinggal di Siambul dan digaji oleh P. Antoine Vitte. Dalam perkembangan selanjutnya pemerintah membangun puskesmas di desa tersebut dan yang menjaga serta menjadi perawat di sana adalah Frida Karo. Guru-guru juga didatangkan ke Siambul untuk mengajari anak-anak. Melihat gerakan yang dilakukan oleh P. Antoine Vitte pemerintah pun tergerak untuk membangun sekolah di desa itu. Masyarakat Talang Mamak dari daerah lain juga meminta kehadiran P. Antoine Vitte di desa mereka, misalnya desa Talang Kedabu. Di bidang agama P. Antoine Vitte mengajari masyarakat iman Katolik dan demi kelancarannya didatangkan beberapa guru-guru agama. Para guru agama tersebut bisa lebih jauh masuk ke pedalaman untuk menjumpai masyarakat Talang Mamak. Pastor ini pun bergerak lebih jauh lagi bahkan sampai Dusun Tuo di hulu Sungai Batang Gansal untuk memberdayakan masyarakat Talang Mamak. Kenderaan-kenderaan seperti sepeda motor binter disiapkan demi lancarnya perjalanan para guru itu. Semua itu dijalankan dalam kerjasama dengan Keuskupan Padang.

Untuk kalangan kaum muda, P. Antoine Vitte memberikan fasilitas olahraga seperti bola volley dan bola kaki demikian juga seperangkat alat musik modern seperti band. Semuanya ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat Talang Mamak. Masyarakat desa Siambul pun sangat gembira dan menyambut kehadiran P. Antoine Vitte. Reaksi sebaliknya malah muncul dari pemerintah kecamatan. Pihak pemerintah datang ke Siambul pada malam hari untuk menangkap pastor ini. Tentara turut dibawa untuk menangkapnya. Hal itu tentu membuat masyarakat marah sehingga mereka berkumpul dengan tombak dan parang di tangan untuk menghadang maksud buruk pemerintah itu. Usaha pemerintah menghalangi pelayanan dan pemberdayaan P. Antoine Vitte tidak berhasil karena masyarakat mendukung dan mencintai pastor ini. Demikian juga kepala desa Siambul sungguh mendukung karya pastor ini di desanya. Pelayanan pun berjalan terus meski di sana-sini ada tantangan dan kesulitan khususnya dari pemerintah.

Siapa Pastor Antoine Vitte? Dia berasal dari Perancis. Dia menjadi imam diosesan di Perancis yang kemudian memutuskan untuk pergi bermisi ke Asia. Dia pun diutus oleh MEP (para imam misionaris dari Perancis). Pertama-tama dia diutus ke Vietnam. Pergolakan politik di Vietnam membuatnya harus meninggalkan negeri itu karena tidak tahan dengan penangkapan dan penyiksaan. Dia keluar dari sana dan kemudian masuk ke Indonesia. Dia pun tinggal di desa Siambul, suatu kampung yang sederhana di Nusantara ini ribuan kilometer jaraknya dari Paris, Perancis untuk pemberdayaan masyarakat Indonesia khususnya Talang Mamak, salah satu suku asli Provinsi Riau.

Tulisan ini belum sungguh lengkap namun kiranya bermanfaat untuk mengenang jasa P. Antoine Vitte, MEP. Rasanya akan sia-sia sekali bila figur misionaris serta jasa-jasanya dilupakan begitu saja. Sekarang ini masih banyak saksi hidup di desa Siambul yang dapat diwawancarai. 

Renungan

Written By Unknown on Rabu, 14 Oktober 2015 | Rabu, Oktober 14, 2015


Jalan Untuk Memperoleh Keselamatan


Sudah cukup lama daerah Sumatra dan Kalimantan diselimuti asap. Pada awalnya asap itu hanya meliputi sebagian kecil daerah saja, namun karena apinya tidak langsung dipadamkan melainkan dibiarkan menjalar ke mana-mana, maka asap pun semakin tebal dan mencapai daerah-daerah lain yang lebih jauh. Asap membuat kualitas udara buruk. Kadar Karbondioksida menjadi lebih banyak daripada Oksigen. Untuk menjaga kesehatan pemerintah menganjurkan masyarakat tinggal di rumah, meliburkan sekolah dan memakai masker, menghidupkan lampu bila berkenderaan karena jarak pandang semakin dekat. Diupayakan juga usaha pemadaman api di titik-titik yang telah terlacak lewat satelit.

Semakin lama asap makin tebal. Penerbangan menjadi terkendala. Banyak penumpang tidak bisa tiba di tempat tujuannya pada waktunya. Kesehatan masyarakat khususnya di Sumatra dan Kalimantan terganggu. Banyak orang menderita ISPA, mata perih, dsb. Bahkan sudah ada yang menjadi korban karena tidak lagi menghirup udara yang bersih. Negara tetangga pun kena dan merasa geram sehingga meminta kompensasi pada Indonesia. Demi keselamatan, masyarakat rame-rame membeli dan memakai masker; ada yang dibeli sendiri, ada yang dibagi-bagi oleh kelompok-kelompok tertentu.

Orang-orang mencari keselamatan sendiri, kelompok, dan keluarganya.  Biasanya memang demikian. Di saat lapar manusia akan berusaha mengenyangkan perutnya sendiri lebih dulu. Di saat terancam jiwanya, manusia pertama-tama akan berusaha menyelamatkan dirinya. Demikian yang terjadi dengan kabut asap tadi. Demi keuntungan yang sebanyak-banyaknya para pengusaha yang telah mendapat HPH, membakar lahannya yang luasnya ribuan hektar dan setelah itu bisa menanam sawit dengan gampang, tidak perlu mengeluarkan banyak biaya. Tidak perlu memikirkan apakah asapnya akan mengotori udara dan bisa mengganggu serta merusak kehidupan orang lain. Demi keselamatan dan keuntungan sendiri, keselamatan dan kenyamanan orang lain tidak dipikirkan.


Sabda Tuhan senantiasa mengajarkan kita bagaimana memperoleh keselamatan yakni hidup yang kekal (eternal life). Dalam dialog antara Yesus dengan pemuda yang diceritakan dalam injil Markus (Mrk 10:17-30). Pemuda tersebut bertanya pada Yesus apakah yang harus dilakukannya untuk memperoleh hidup yang kekal. Yesus mengatakan pada pemuda itu agar ia melakukan perintah-perintah Allah yang ada tersurat dalam kitab Taurat Musa. Pemuda itu menjawab bahwa semua hal itu telah dilakukannya dengan baik. Lalu apa lagi yang harus dikerjakan? Yesus menambahkan jawaban dengan mengatakan bahwa dia mesti menjual harta miliknya lalu membagikannya kepada orang-orang miskin lalu mengikuti Yesus. Jawaban itu ternyata mengejutkan pemuda itu. Dia tidak sanggup memahaminya, apalagi melakukan kata-kata Yesus itu. Bagaimana mungkin dia bisa menjual harta miliknya lalu membagikannya pada orang miskin demi hidup yang kekal? Dia telah bekerja dengan capek untuk mengumpulkannya. Dia memiliki banyak harta kekayaan. Dan sekarang itu harus dibagikan pada orang lain seperti kata Yesus? Berat rasanya!

Perikop Injil Markus di atas menegaskan bahwa untuk memperoleh hidup kekal semestinya Menepati perintah-perintah Allah (10 perintah Allah) dan berbagi dengan yang lain khususnya orang-orang yang membutuhkan, lalu mengikuti Yesus Kristus.

Dalam dialog Yesus dengan para muridNya nampak bahwa hal-hal disebut di atas tidak mudah. Bahkan dikatakan lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang yang kecil daripada seorang kaya masuk surga. Tetapi bagi Yesus hal itu mungkin. Bagi Tuhan tidak ada yang mustahil.

Perikop Injil Markus disebut di atas menyampaikan apa yang seharusnya kita miliki untuk memperoleh keselamatan baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Sebagai orang-orang Kristen kita hidup dipengaruhi oleh kecenderungan zaman yakni menyiapkan hari esok. Kesiapan itu terkait dengan ekonomi, keuangan, pendidikan, dsb. Adalah kurang bijaksana bila kita tidak memikirkan dan menyiapkan masa depan kita. Kita tidak bisa hidup dengan baik bila kita hanya memikirkan hidup kita hari ini saja. Kita mesti menabung dengan menyisihkan sebagian penghasilan kita agar ada bekal untuk besok. Kita menyiapkan biaya kesehatan, pendidikan, modal usaha, biaya adat, biaya untuk membangun rumah, dsb. Hidup di zaman ini mesti demikian agar kita tidak ditindas zaman. Agar persiapan itu berjalan lancar maka kita perlu mengumpulkan harta, berhemat, bukan memfoya-foyakan penghasilan kita. Perlu membuat alokasi-alokasi yang tepat atas penghasilan kita.

Sebagai orang-orang Kristen yang baik, kita kiranya tidak hanya mengumpulkan harta dan kekayaan, tetapi juga mau berbagi dengan orang lain yang berkekurangan, dan menyisihkan waktu untuk mendengarkan kebijaksanaan dari Kristus. Kita juga tidak ingin diatur atau dikuasai oleh uang dan kekayaan. Sebaliknya, kitalah yang harus mengaturnya, termasuk membagi-baginya. 

Di tengah-tengah zaman dimana ada kecenderungan manusia untuk menomorsatukan harta kekayaan, hidup yang konsumeristis, bekerja berlebihan guna mencari uang dan kurang menyisihkan waktu untuk Tuhan dan keluarga, bergaya hidup yang sangat melekat dengan gadget dan alat-alat komunikasi lain, berbisnis kotor, serta berlaku tidak adil dan jahat demi mengumpulkan kekayaan, orang-orang Kristen dituntut untuk tetap hidup dalam kebenaran, untuk mampu berbagi dengan yang lain, untuk sanggup mempertahankan prinsip-prinsip dan nilai-nilai budaya yang baik, untuk mengumpulkan kekayaan secara adil dan jujur, bekerja secara profesional, untuk tetap berpikir dan berupaya akan hidup yang kekal.
Setiap kita mengharapkan keselamatan baik di dunia ini maupun di akhirat. Keselamatan di dunia ini dapat diartikan sebagai situasi aman, tenang, damai, bebas dari segala gangguan. Keselamatan di akhirat berarti hidup yang kekal dimana kita hidup tenang dan damai, bebas dari hukuman-hukuman yang menyakitkan. Untuk meraih keselamatan itu kita mesti bersama dengan yang lain. Itu kita temukan dalam keluarga, komunitas, lingkungan, stasi, paroki, rukun warga atau rukun tetangga, dsb. Di kala kita berusaha untuk memperoleh keselamatan kita, saat itu juga kita hendaknya mengingat orang lain yang membutuhkan keselamatan yang sama. Maka, mari saling membangun dan saling mendukung demi hidup dan keselamatan bersama. Aku tidak berarti tanpa dirimu. Aku tidak akan kaya tanpa yang lain. Aku tidak akan selamat tanpa kehadiran sesamaku. Pedagang tidak berguna tanpa orang lain sebagai pembeli. Guru tidak berfungsi tanpa murid yang membutuhkan pengajarannya. Para pengusaha tidak berarti dan tidak berkembang tanpa orang lain yang menjadi bawahannya yang menjalankan proses usahanya. Pemerintah tidak disebut pemerintah tanpa rakyat. Hidup kita tidak mungkin menjadi baik bila sendirian. Hidup akan baik bila kita bersama dan saling mendukung serta ada kerelaan untuk berbagi satu sama lain.

Kebijaksanaan dari budaya kita mengajarkan kita untuk saling berbagi. Sudah merupakan kebiasaan bahwa pada hari raya tertentu yang berbeda agama berbagi dengan sesamanya yang tidak seiman. Yang kuat hendaknya tidak menjadi harimau bagi yang lemah, melainkan menjadi pengayom dan penolong. Demikian kita membangun hidup bersama yang berkualitas.

Untuk memperoleh keselamatan yang kekal, hidup di dunia merupakan landasannya. Hidup di dunia menentukan hidup kita di akhirat. Keselamatan pribadi penting namun tidak kalah pentingnya juga keselamatan bersama. Kiranya keduanya bagaikan dua kumparan yang saling berhubungan. Yang satu bergerak, yang lain pun ikut bergerak bagaikan suatu sistem sosial. Perikop Injil Markus di atas dapat menjadi pegangan kita untuk rela berbagi dengan sesama. Norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya pantas dijunjung tinggi untuk membentuk karakter kita bersikap komuniter yang peduli dengan orang lain.

Membangun Kerajaan Surga dari Kesederhanaa

Written By Unknown on Sabtu, 13 Juni 2015 | Sabtu, Juni 13, 2015


Kotbah Minggu Biasa XI Tahun B/I

“Dikit berdikit-dikit, lama lama menjadi bukit. Sedikit demi sedikit lama lama menjadi banyak”. Itu pepatah. Ia mau menasehatkan agar manusia sabar dan mulai sesuatu dari hal-hal yang kecil dan sedikit.
Di dunia ini, boleh dikatakan, yang paling berbahaya, hebat dan besar dibangun dari hal yang kecil-kecil, remeh, dan sedikit. Tidak akan ada pesawat Air Bus bila tidak ada sekrup-sekrup yang kecil yang menghubungkan dan mengikat bagian-bagian lain menjadi berbentuk pesawat. Tidak akan ada tubuh kita yang seperti sekarang ini bila tidak dibangun oleh jutaan bahkan miliaran sel yang membentuk rambut, hidup, mata, otak, tangan, kaki, otot-otot, dan sebagainya. Tidak ada Negara Kesatuan Republik Indonesia bila tidak ada pulau-pulau kecil dan besar, demikian pun suku-suku dan agama-agama yang berlain-lainan dan kecil, bersatu dan membentuk suatu negara. Tidak akan ada smartphone Samsung yang begitu terkenal sekarang bila tidak dibentuk dari layar, baterai, dsb, serta bagian-bagian yang kecil. Boleh dikatakan, semua terbentuk dari hal-hal yang kecil. Oleh karena itu, hal-hal yang kecil dan remeh, hendaknya tidak disepelekan.
Kerajaan Surga itu juga seperti itu. Dia tidak langsung jadi, tidak langsung terbentuk. Dia seperti benih yang kecil, yang tumbuh dengan suatu proses. Kerajaan Surga itu juga berproses, butuh waktu, tidak instan, sampai dia suatu saat akan berbuah. Kerajaan surga itu seperti benih pohon, demikian tadi disebutkan dalam Injil. Sebagaimana pohon tumbuh secara perlahan-lahan yang mana kita pun tidak tahu kapan dan bagaimana prosesnya, sampai setelah sekian lama menjadi pohon yang menghasilkan buah dan bercabang serta berdaun banyak, demikian pun Kerajaan Surga itu.
Pohon begitu ditanam akan bertumbuh. Dan pada saatnya akan menjadi pohon yang besar, rindang, di bawahnya bisa berteduh, dan di cabang-cabangnya bisa bersarang burung-burung dan binatang-binatang lain dengan nyaman. Demikian halnya kita bisa memahami Kerajaan Surga itu.
Orang yang menerima Kerajaan Surga bila membiarkannya bertumbuh dalam dirinya akan membentuk dan mempengaruhi hidupnya. Dibiarkan saja benih itu bertumbuh pasti akan berpengaruh, apalagi bila dirawat dan diperhatikan dengan baik. Hal-hal yang kecil diperhatikan, seperti membiasakan diri melakukan hal-hal yang baik: membiasakan berdoa, ramah, perhatian, terbuka, murah hati, dsb, ini suatu saat akan membentuk karakter pribadi orang yang bersangkutan. Dia akan menjadi pribadi yang ramah, komplet, mantap, dsb. Yang dibangun adalah karakter yang baik. Sebaliknya bila yang dibangun dan dibiasakan adalah perilaku buruk, seperti mencuri, berbohong, berkata kasar dan jorok, sombong, maka itu akan membentuk seorang pribadi yang memang demikian. Sebab yang dibangun adalah karakter negatif. Hal yang sama berlaku bagi suatu komunitas atau suatu masyarakat.
Hasil atau dampaknya akan luar biasa, buah dan dampaknya akan sangat banyak seperti pohon yang dijelaskan tadi dalam perumpamaan itu. Bila itu adalah suatu pribadi maka pribadi itu akan menjadi garam dan terang dalam kehidupan. Kehadirannya akan selalu dirindukan karena keramahan, kemurahan, kegembiraan, keterbukaan, kesabaran, ketekunan dan kebaikan-kebaikannya. Bila itu suatu keluarga atau komunitas atau kelompok masyarakat, maka orang akan rindu datang ke sana karena damainya, sejuknya, indahnya, terbukanya, ramahnya, dsb. Ibaratnya keluarga/komunitas atau kelompok itu seperti oase kehidupan. Yang demikian akan terkenal tanpa dipopulerkan pun lewat radio, koran, atau televisi serta jaringan-jaringan internet lain.
Hal yang demikian sebenarnya sudah juga dikatakan oleh Allah sendiri dalam bacaan pertama tadi. Allah akan menumbuhkan pohon di atas gunung sehingga dikenal dan dilihat orang. Tuhan berkuasa untuk itu. Tuhan akan dimuliakan oleh pribadi atau keluarga atau kelompok masyarakat yang tumbuh seperti biji pohon tadi. Dan karena itulah maka Rasul Paulus dalam bacaan kedua tadi dalam suratnya pada jemaat di Korintus mengatakan kerinduannya kembali kepada Tuhan. Karena dia merasakan betapa damainya, bahagianya, serta indahnya hidup dan tinggal di dalam Tuhan.
Kehadiran dan keberadaan kita sebagai orang-orang Kristen di tengah masyarakat mestinya bagaikan biji atau benih pohon tadi. Kerajaan Allah memang telah ditaburkan kepada kita. Kerajaan Allah adalah Tuhan sendiri yang hadir dan berkuasa dalam kehidupan kita. Tuhan kita biarkan berkuasa dan merasuki kehidupan kita. Sering disebutkan tiga ciri hadirnya Kerajaan Allah, yakni damai, cinta dan keadilan. Ketiga ciri itu kiranya kita upayakan terus menerus dalam hidup kita. Kita ciptakan kedamaian, cinta dan keadilan. Kita bangun karakter itu dalam diri dan komunitas kita sebagai Kristen. Ketiganya akan mencipta suatu hidup yang harmonis.
Memang jelas ini merupakan pekerjaan sulit. Sebab dalam berbagai kondisi kehidupan kita, bisa saja kita menjadi penyebab hilangnya kerharmonisan dalam kehidupan sehingga kita disingkirkan. Itu bisa terjadi karena perkataan, sikap, perilaku atau perbuatan kita yang tidak disukai orang lain. Oleh karena itu, masing-masing kita perlu mengoreksi diri agar dapat memperbaiki hidup kita ke arah yang lebih baik, khususnya mengevaluasi diri serta keluarga atau bahkan kelompok kita. Hendaknya kita tidak bersikap remeh pada hal-hal yang kecil dan sederhana dalam hidup kita. Sadarlah dan waspadalah agar menganggap kekurangan kita yang kecil dapat menjadi karakter kita yang buruk. Sadarlah bahwa melakukan hal kecil yang positif justru dapat membangun diri kita sebagai pribadi yang positif juga. Sikap saling menyalahkan kiranya dijauhkan, sebab kita masing-masing mempunyai kelemahan. Menyatukan sikap dan kekuatan adalah jalan terbaik untuk memajukan kehidupan kita dan merawat serta menumbuhkembangkan benih kerajaan Allah yang telah ada dalam diri kita.
Ironis sekali bahwa masyarakat kita banyak mengabaikan hal-hal remeh dan sederhana seperti pentingnya disiplin, memakai helm, menghidupkan lampu sign ke kiri atau ke kanan bila hendak berbelok, berhenti di lampu merah, bersikap ramah dan lembut, jujur, sabar pada pejalan kaki, dsb. Akibatnya, masyarakat kita pelan-pelan mengarah pada suatu masyarakat yang tidak beradab. Pendidikan bisa semakin tinggi namun kualitas hidup dan peradaban bukannya semakin maju melainkan mundur karena karakter masyarakat yang tidak lagi memperhatikan nilai-nilai tadi.

Kita tidak ingin hal seperti itu terjadi dan berlanjut melanda hidup kita. Maka, sebagai pengikut Kristus kita kiranya menjadi pembangun karakter yang baik entah sebagai pribadi, kelompok atau komunitas dan anggota suatu masyarakat. Itu panggilan kita. Sabda Tuhan hari ini menegaskan itu. Kerajaan Surga yang telah ada di dalam diri kita hendaknya pelan-pelan kita rawat dan pelihara agar seperti pohon yang bertumbuh dan pada saatnya akan menghasilkan buah. Pikiran dan mental instan hendaknya kita jauhkan. Bekerja dengan ulet serta tekunlah yang kiranya kita bangun dalam diri kita untuk sampai pada suatu perubahan. Amin. fioren sipayung

Bahasa Talang Mamak

Written By Unknown on Sabtu, 25 Oktober 2014 | Sabtu, Oktober 25, 2014

Apakah bahasa yang dipakai Suku Talang Mamak itu? Apakah suku ini punya bahasa tersendiri dan punya aksara khas Talang Mamak? Mungkin pertanyaan-pertanyaa seperti itu muncul dalam benak. Memang, untuk mengenal lebih jauh suatu entitas suku tertentu mengenali bahasanya sesuatu yang penting. Sebab dengan mengenal baik bahasa pengenalan akan suku itu bisa lebih lengkap dan lebih mudah. Dari bahasa yang dipakai kita bisa dengan cepat mengenal pola pikir, karakter dan cita rasa suku pemakainya. Kesadaran seperti itu dipakai oleh Belanda dulu untuk bisa mengalahkan raja-raja, penguasa daerah-daerah di nusantara ini. Orang-orang terpelajar diutus untuk mempelajari bahasa, budaya dan adat-istiadat. Setelah itu mereka dapat memasuki cita rasa dan selanjutnya mengalahkan para raja. Di sini tentu bukan maksudnya untuk menguasai apalagi menjajah Talang Mamak. Toh di jaman ini tidak boleh ada lagi penjajahan apalagi Talang Mamak justru sesama sebangsa dan setanah air. Agar semakin dapat menyokong mereka meraih kemajuan tentu perlu kita lebih mengenal mereka khususnya bahasa yang dipakai.

Dari pengalaman penulis dapat mengatakan bahwa suku Talang Mamak tidak mempunyai aksara khusus seperti suku Batak Toba, Simalungun, dan Karo. Biasanya adanya aksara menunjukkan kekhasan suatu suku khususnya dalam hal tulis menulis untuk mengungkapkan pikiran dan isi hatinya. Aksara adalah bentuk tulisan tertentu yang bisa dimiliki secara berlainan oleh suku-suku.

Orang Talang Mamak dalam mengungkapkan pikiran atau isi hatinya memakai bahasa tertentu yang mereka sebut sebagai Bahasa Talang Mamak. Bila dicermati bahasa itu pada dasarnya berasal dari Bahasa Melayu. Hal itu nampak pada banyaknya kata-kata yang sama, seperti bujang, awak, ayah, ayam. Seperti diketahui Bahasa Melayu adalah induk Bahasa Indonesia. Namun Bahasa Indonesia sekarang ini telah secara kuat dipengaruhi oleh berbagai bahasa lokal Nusantara dan bahasa-bahasa yang datang dari luar. Bahasa Talang Mamak juga demikian, ia termasuk Bahasa Melayu namun telah juga dipengaruhi oleh bahasa-bahasa lain.

Menurut sejarahnya Suku Talang Mamak turun dari Gunung Talang di Sumatera Barat. Nenek moyang mereka berpindah melalui Sungai Kuantan yang dikenal sebagai Sungai Indragiri di daerah Kabupaten Indragiri. Oleh karena itu bisa saja pada awalnya bahasa asli Talang Mamak adalah Minangkabau yang kemudian sungguh dipengaruhi oleh Bahasa Melayu setelah terjadi persentuhan dan pertemuan dengan Suku Melayu. Itu dapat diterima karena bila diperhatikan orang Talang Mamak akan cepat mengerti orang yang memakai Bahasa Minang. Demikian dari pengalaman penulis.

Orang Talang Mamak adalah suku yang berperasaan lembut dan halus. Itu nampak dari kata-kata dan bahasa yang mereka pakai. Mereka mempunyai logat tertentu yang kedengaran lembut dengan artikulasi yang terkadang kurang jelas di telinga pendengar. Selain itu mereka suka berbicara dengan pantun, pepatah, dan perumpamaan untuk mengungkapkan pikiran dan isi hatinya terlebih dalam pesta-pesta adat.

Written By Unknown on Jumat, 10 Oktober 2014 | Jumat, Oktober 10, 2014

Hidup Tanpa Tanah


Tanah atau bumi adalah bagian penting dalam kehidupan manusia di bumi ini. Manusia dapat hidup karena tanah. Dari tanah tumbuhlah tumbuh-tumbuhan becar dan kecil yang dapat menjadi sumber makanan manusia. Di tanah manusia dapat meneruskan kehidupannya. Di atas tanah dia hidup dengan meletakkan rumahnya di situ atau seattle. Di atas tanah itu manusia bisa bekerja dengan mengolahnya, menanaminya dengan sayur-sayuran atau tanaman pertanian lain. Dengan kata lain manusia bisa bertani dan bahkan mengaktualisasikan dirinya di atas tanah. 

Tanah di bumi ini tidak pernah bertambah luas. Sejak bumi ini terjadi tanah itu tidak pernah bertambah jumlahnya. Itu-itu saja namun milyaran manusia dari jaman ke jaman telah menikmatinya. Bahkan milyaran binatang sudah pernah hidup di situ. Karena tanah tidak pernah bertambah maka pantas sekali bila manusia menghargai tanah itu sebagai tempat hidupnya. Manusia harus menjaga dan merawatnya agar tidak rusak dengan berbagai jenis polusi yang dihasilkan oleh industri. Nyatanya sudah banyak bagian tanah di bumi ini yang menjadi "tempat mematikan" karena berubah menjadi padang gurun. Kehidupan sungguh susah di tempat seperti itu. Manusia memang juga harus mengolah tanah demi kehidupannya tapi manusia tidak boleh rakus sehingga tidak lagi menjaga keseimbangan alam. Tanah yang rusak akan merusakkan kehidupan manusia itu pula karena semakin mempersempit lahan yang dapat diolah manusia untuk hidupnya.

Tanah bukan sekedar tempat manusia meneruskan hidup tapi tanah juga menjadi identitas dan kedaulatan manusia. Manusia yang seattle di atas tanah tertentu mengakarkan dan memperjelas identitasnya. Kumpulan bangsa yang mendiami suatu daerah tertentu membentuk suatu negara dengan wilayah tanah tertentu. Dengan itu identitas bangsa atau negara itu menjadi jelas, dan kekuasaannya pun jelas. Negara itu berdaulat di sana. Di atas tanah yang lain dia sama sekali tidak berdaulat karena bukan wilayahnya.

Seorang pribadi atau keluarga bila tidak mempunyai tanah dapat dikatakan akan kesusahan untuk membentuk identitasnya dan tidak mengakar. Dia akan mudah berpindah-pindah karena tidak punya tanah. Sebaliknya bila dia menetap di suatu tempat di atas tanah tertentu meski tempat tinggalnya sangat sederhana identitas dirinya jelas. Dia punya kedautalan pribadi dengan wilayah yang jelas. Bila dia memiliki tanah lain untuk bertani maka semakin jelaslah hidupnya, dia dapat bekerja di sana dan mengaktualisasikan hidupnya.

Rasanya akan mengerikan sekali bila kita hidup tanpa tanah. Mungkin sudah jutaan orang di bumi ini hidup demikian karena kebodohan, kemiskinan, peperangan, ketidakadilan dan banyak penyebab lain. Fenomena seperti itu terjadi di berbagai belahan dunia ini, demikian juga di tengah-tengah suku Talang Mamak yang terdapat di Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau. Secara perlahan beberapa warga di sana tidak memiliki tanah lagi untuk dikerjakannya karena tanah mereka semakin menyempit. Sekitar 20 an tahun yang lalu mereka masih mudah mencari sumber kehidupan dengan pergi ke hutan untuk mencari rotan, kemenyan, garu, madu, dst. Kini hal itu tidak mungkin lagi karena hutan sudah semakin sempit dan mungkin tinggal sedikit lagi. Perusahaan-perusahaan dan masyarakat dari tempat lain berdatangan ke sana untuk membuka hutan dan menanaminya dengan sawit. Agar tanah untuk sawit ada maka pemerintah didekati agar ada pembebasan lahan. Masyarakat yang berdatangan dari tempat lain mencoba merayu penduduk setempat agar mau menjual tanahnya, misalnya dengan memberinya sepeda motor, dan seterusnya. Bahkan ada yang menjual kebun karetnya dimana dia setiap hari "memotong" karet agar dapat membeli beras. Tanah itu dijual karena keperluan pesta maupun karena terlilit utang. Akibatnya tanah lepas, dan selanjutnya tidak ada lagi tanah untuk dikerjakannya. Dia mesti bekerja upahan di tanah orang lain.

Pantaslah kita prihatin atas situasi sosial yang demikian, dan keprihatinan itu hendaknya berlanjut dengan suatu aksi yang pro rakyat kecil dengan mencoba melindungi mereka dari kelicikan sesamanya, memajukan pendidikan serta keterampilan mereka dalam mengolah tanahnya agar hidup mereka berkembang. Adalah suatu sikap yang tidak terpuji bila ketertinggalan dan kebodohan mereka dimanfaatkan untuk mendapatkan tanahnya yang justru membuat mereka tersingkir dan tertindas. Siapa agen untuk itu? Anda dan saya teristimewa pemerintah mesti memperhatikan hal ini. Tanpa itu tingkat kemiskinan di negeri ini akan terus meningkat. Salam 


Pages (3)123 Next Page

Sosial Budaya

Renungan

Peribahasa

Multimedia

  • Asal Usul Suku Talang Mamak

    Mari kita dengarkan asal usul Talang Mamak. ... Read more

Gallery

  • Foto-Foto Talang Mamak

    ... Read more

 
Copyright © 2016. KEARIFAN LOKAL - All Rights Reserved
Published by fioren sipayung
Proudly powered by Blogger