Jalan Untuk Memperoleh Keselamatan
Sudah cukup lama
daerah Sumatra dan Kalimantan diselimuti asap. Pada awalnya asap itu hanya
meliputi sebagian kecil daerah saja, namun karena apinya tidak langsung
dipadamkan melainkan dibiarkan menjalar ke mana-mana, maka asap pun semakin
tebal dan mencapai daerah-daerah lain yang lebih jauh. Asap membuat kualitas udara
buruk. Kadar Karbondioksida menjadi lebih banyak daripada Oksigen. Untuk
menjaga kesehatan pemerintah menganjurkan masyarakat tinggal di rumah,
meliburkan sekolah dan memakai masker, menghidupkan lampu bila berkenderaan
karena jarak pandang semakin dekat. Diupayakan juga usaha pemadaman api di
titik-titik yang telah terlacak lewat satelit.
Semakin lama
asap makin tebal. Penerbangan menjadi terkendala. Banyak penumpang tidak bisa
tiba di tempat tujuannya pada waktunya. Kesehatan masyarakat khususnya di
Sumatra dan Kalimantan terganggu. Banyak orang menderita ISPA, mata perih, dsb.
Bahkan sudah ada yang menjadi korban karena tidak lagi menghirup udara yang
bersih. Negara tetangga pun kena dan merasa geram sehingga meminta kompensasi
pada Indonesia. Demi keselamatan, masyarakat rame-rame membeli dan memakai
masker; ada yang dibeli sendiri, ada yang dibagi-bagi oleh kelompok-kelompok
tertentu.
Orang-orang
mencari keselamatan sendiri, kelompok, dan keluarganya. Biasanya memang demikian. Di saat lapar
manusia akan berusaha mengenyangkan perutnya sendiri lebih dulu. Di saat
terancam jiwanya, manusia pertama-tama akan berusaha menyelamatkan dirinya.
Demikian yang terjadi dengan kabut asap tadi. Demi keuntungan yang sebanyak-banyaknya
para pengusaha yang telah mendapat HPH, membakar lahannya yang luasnya ribuan
hektar dan setelah itu bisa menanam sawit dengan gampang, tidak perlu
mengeluarkan banyak biaya. Tidak perlu memikirkan apakah asapnya akan mengotori
udara dan bisa mengganggu serta merusak kehidupan orang lain. Demi keselamatan
dan keuntungan sendiri, keselamatan dan kenyamanan orang lain tidak dipikirkan.
Sabda
Tuhan senantiasa mengajarkan kita bagaimana memperoleh
keselamatan yakni hidup yang kekal (eternal
life). Dalam dialog antara Yesus dengan pemuda yang
diceritakan dalam injil Markus (Mrk 10:17-30). Pemuda tersebut bertanya pada Yesus apakah yang
harus dilakukannya untuk memperoleh hidup yang kekal. Yesus mengatakan pada
pemuda itu agar ia melakukan perintah-perintah Allah yang ada tersurat dalam
kitab Taurat Musa. Pemuda itu menjawab bahwa semua hal itu telah dilakukannya
dengan baik. Lalu apa lagi yang harus
dikerjakan? Yesus menambahkan jawaban dengan mengatakan bahwa
dia mesti menjual harta miliknya lalu
membagikannya kepada orang-orang miskin lalu mengikuti Yesus. Jawaban itu ternyata
mengejutkan pemuda itu. Dia tidak sanggup memahaminya, apalagi melakukan
kata-kata Yesus itu. Bagaimana mungkin dia bisa menjual harta miliknya lalu
membagikannya pada orang miskin demi hidup yang kekal? Dia telah bekerja dengan
capek untuk mengumpulkannya. Dia memiliki banyak harta kekayaan. Dan sekarang
itu harus dibagikan pada orang lain seperti kata Yesus? Berat rasanya!
Perikop Injil Markus di atas menegaskan bahwa untuk memperoleh hidup kekal semestinya Menepati perintah-perintah Allah (10 perintah Allah) dan berbagi dengan yang lain
khususnya orang-orang yang membutuhkan, lalu mengikuti Yesus Kristus.
Dalam dialog
Yesus dengan para muridNya nampak bahwa hal-hal disebut di atas tidak
mudah. Bahkan dikatakan lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang yang kecil
daripada seorang kaya masuk surga. Tetapi bagi Yesus hal itu mungkin. Bagi Tuhan tidak ada
yang mustahil.
Perikop Injil Markus disebut di atas menyampaikan apa yang seharusnya kita miliki untuk memperoleh
keselamatan baik di dunia ini maupun di
akhirat kelak. Sebagai orang-orang Kristen kita hidup dipengaruhi oleh kecenderungan zaman yakni menyiapkan hari
esok. Kesiapan itu terkait dengan ekonomi, keuangan, pendidikan,
dsb. Adalah kurang bijaksana bila kita tidak memikirkan dan menyiapkan masa depan kita. Kita
tidak bisa hidup dengan baik bila kita hanya memikirkan hidup kita hari ini
saja. Kita mesti menabung dengan menyisihkan sebagian penghasilan kita agar
ada bekal untuk besok. Kita menyiapkan biaya kesehatan, pendidikan, modal
usaha, biaya adat, biaya untuk membangun rumah, dsb. Hidup di zaman ini mesti
demikian agar kita tidak ditindas zaman. Agar persiapan itu berjalan lancar maka kita perlu mengumpulkan
harta, berhemat, bukan memfoya-foyakan penghasilan kita. Perlu membuat
alokasi-alokasi yang tepat atas penghasilan kita.
Sebagai orang-orang Kristen yang baik, kita kiranya tidak hanya mengumpulkan harta dan kekayaan, tetapi juga
mau berbagi dengan orang lain yang berkekurangan, dan menyisihkan waktu untuk
mendengarkan kebijaksanaan dari Kristus. Kita juga tidak
ingin diatur atau dikuasai oleh uang dan kekayaan. Sebaliknya, kitalah yang harus mengaturnya, termasuk
membagi-baginya.
Di tengah-tengah
zaman dimana ada kecenderungan manusia untuk menomorsatukan harta kekayaan,
hidup yang konsumeristis, bekerja berlebihan guna mencari uang dan kurang
menyisihkan waktu untuk Tuhan dan keluarga, bergaya hidup yang sangat melekat
dengan gadget dan alat-alat komunikasi lain, berbisnis kotor, serta berlaku
tidak adil dan jahat demi mengumpulkan kekayaan, orang-orang Kristen
dituntut untuk tetap hidup dalam kebenaran, untuk mampu berbagi dengan yang
lain, untuk sanggup mempertahankan prinsip-prinsip dan nilai-nilai budaya yang
baik, untuk mengumpulkan kekayaan secara adil dan jujur, bekerja secara profesional, untuk tetap berpikir
dan berupaya akan hidup yang kekal.
Setiap kita
mengharapkan keselamatan baik di dunia ini maupun di akhirat. Keselamatan di
dunia ini dapat diartikan sebagai situasi aman, tenang, damai, bebas dari
segala gangguan. Keselamatan di akhirat berarti hidup yang kekal dimana kita
hidup tenang dan damai, bebas dari hukuman-hukuman yang menyakitkan. Untuk
meraih keselamatan itu kita mesti bersama dengan yang lain. Itu kita temukan
dalam keluarga, komunitas, lingkungan, stasi, paroki, rukun
warga atau rukun tetangga, dsb. Di kala kita berusaha untuk
memperoleh keselamatan kita, saat itu juga kita hendaknya mengingat orang lain
yang membutuhkan keselamatan yang sama. Maka, mari saling membangun dan saling
mendukung demi hidup dan keselamatan bersama. Aku tidak berarti tanpa dirimu.
Aku tidak akan kaya tanpa yang lain. Aku tidak akan selamat tanpa kehadiran
sesamaku. Pedagang tidak berguna tanpa orang lain sebagai pembeli. Guru tidak
berfungsi tanpa murid yang membutuhkan pengajarannya. Para pengusaha tidak
berarti dan tidak berkembang tanpa orang lain yang menjadi bawahannya yang
menjalankan proses usahanya. Pemerintah tidak disebut pemerintah tanpa rakyat.
Hidup kita tidak mungkin menjadi baik bila sendirian. Hidup akan baik bila kita
bersama dan saling mendukung serta ada kerelaan untuk berbagi satu sama lain.
Kebijaksanaan
dari budaya kita mengajarkan kita untuk saling berbagi. Sudah merupakan kebiasaan bahwa pada hari raya tertentu yang berbeda agama berbagi dengan sesamanya yang tidak seiman. Yang kuat
hendaknya tidak menjadi harimau bagi yang lemah, melainkan menjadi pengayom dan
penolong. Demikian kita membangun hidup bersama yang berkualitas.
Untuk memperoleh
keselamatan yang kekal, hidup di dunia merupakan landasannya.
Hidup di dunia menentukan hidup kita di akhirat. Keselamatan pribadi penting namun tidak kalah pentingnya juga keselamatan
bersama. Kiranya keduanya bagaikan dua kumparan yang saling berhubungan. Yang
satu bergerak, yang lain pun ikut bergerak bagaikan suatu sistem sosial. Perikop Injil Markus di atas dapat menjadi pegangan kita untuk rela berbagi dengan sesama. Norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya pantas dijunjung tinggi untuk membentuk karakter kita bersikap komuniter yang peduli dengan orang lain.
0 komentar:
Posting Komentar