Home » » Renungan

Renungan

Written By Unknown on Rabu, 14 Oktober 2015 | Rabu, Oktober 14, 2015


Jalan Untuk Memperoleh Keselamatan


Sudah cukup lama daerah Sumatra dan Kalimantan diselimuti asap. Pada awalnya asap itu hanya meliputi sebagian kecil daerah saja, namun karena apinya tidak langsung dipadamkan melainkan dibiarkan menjalar ke mana-mana, maka asap pun semakin tebal dan mencapai daerah-daerah lain yang lebih jauh. Asap membuat kualitas udara buruk. Kadar Karbondioksida menjadi lebih banyak daripada Oksigen. Untuk menjaga kesehatan pemerintah menganjurkan masyarakat tinggal di rumah, meliburkan sekolah dan memakai masker, menghidupkan lampu bila berkenderaan karena jarak pandang semakin dekat. Diupayakan juga usaha pemadaman api di titik-titik yang telah terlacak lewat satelit.

Semakin lama asap makin tebal. Penerbangan menjadi terkendala. Banyak penumpang tidak bisa tiba di tempat tujuannya pada waktunya. Kesehatan masyarakat khususnya di Sumatra dan Kalimantan terganggu. Banyak orang menderita ISPA, mata perih, dsb. Bahkan sudah ada yang menjadi korban karena tidak lagi menghirup udara yang bersih. Negara tetangga pun kena dan merasa geram sehingga meminta kompensasi pada Indonesia. Demi keselamatan, masyarakat rame-rame membeli dan memakai masker; ada yang dibeli sendiri, ada yang dibagi-bagi oleh kelompok-kelompok tertentu.

Orang-orang mencari keselamatan sendiri, kelompok, dan keluarganya.  Biasanya memang demikian. Di saat lapar manusia akan berusaha mengenyangkan perutnya sendiri lebih dulu. Di saat terancam jiwanya, manusia pertama-tama akan berusaha menyelamatkan dirinya. Demikian yang terjadi dengan kabut asap tadi. Demi keuntungan yang sebanyak-banyaknya para pengusaha yang telah mendapat HPH, membakar lahannya yang luasnya ribuan hektar dan setelah itu bisa menanam sawit dengan gampang, tidak perlu mengeluarkan banyak biaya. Tidak perlu memikirkan apakah asapnya akan mengotori udara dan bisa mengganggu serta merusak kehidupan orang lain. Demi keselamatan dan keuntungan sendiri, keselamatan dan kenyamanan orang lain tidak dipikirkan.


Sabda Tuhan senantiasa mengajarkan kita bagaimana memperoleh keselamatan yakni hidup yang kekal (eternal life). Dalam dialog antara Yesus dengan pemuda yang diceritakan dalam injil Markus (Mrk 10:17-30). Pemuda tersebut bertanya pada Yesus apakah yang harus dilakukannya untuk memperoleh hidup yang kekal. Yesus mengatakan pada pemuda itu agar ia melakukan perintah-perintah Allah yang ada tersurat dalam kitab Taurat Musa. Pemuda itu menjawab bahwa semua hal itu telah dilakukannya dengan baik. Lalu apa lagi yang harus dikerjakan? Yesus menambahkan jawaban dengan mengatakan bahwa dia mesti menjual harta miliknya lalu membagikannya kepada orang-orang miskin lalu mengikuti Yesus. Jawaban itu ternyata mengejutkan pemuda itu. Dia tidak sanggup memahaminya, apalagi melakukan kata-kata Yesus itu. Bagaimana mungkin dia bisa menjual harta miliknya lalu membagikannya pada orang miskin demi hidup yang kekal? Dia telah bekerja dengan capek untuk mengumpulkannya. Dia memiliki banyak harta kekayaan. Dan sekarang itu harus dibagikan pada orang lain seperti kata Yesus? Berat rasanya!

Perikop Injil Markus di atas menegaskan bahwa untuk memperoleh hidup kekal semestinya Menepati perintah-perintah Allah (10 perintah Allah) dan berbagi dengan yang lain khususnya orang-orang yang membutuhkan, lalu mengikuti Yesus Kristus.

Dalam dialog Yesus dengan para muridNya nampak bahwa hal-hal disebut di atas tidak mudah. Bahkan dikatakan lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang yang kecil daripada seorang kaya masuk surga. Tetapi bagi Yesus hal itu mungkin. Bagi Tuhan tidak ada yang mustahil.

Perikop Injil Markus disebut di atas menyampaikan apa yang seharusnya kita miliki untuk memperoleh keselamatan baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Sebagai orang-orang Kristen kita hidup dipengaruhi oleh kecenderungan zaman yakni menyiapkan hari esok. Kesiapan itu terkait dengan ekonomi, keuangan, pendidikan, dsb. Adalah kurang bijaksana bila kita tidak memikirkan dan menyiapkan masa depan kita. Kita tidak bisa hidup dengan baik bila kita hanya memikirkan hidup kita hari ini saja. Kita mesti menabung dengan menyisihkan sebagian penghasilan kita agar ada bekal untuk besok. Kita menyiapkan biaya kesehatan, pendidikan, modal usaha, biaya adat, biaya untuk membangun rumah, dsb. Hidup di zaman ini mesti demikian agar kita tidak ditindas zaman. Agar persiapan itu berjalan lancar maka kita perlu mengumpulkan harta, berhemat, bukan memfoya-foyakan penghasilan kita. Perlu membuat alokasi-alokasi yang tepat atas penghasilan kita.

Sebagai orang-orang Kristen yang baik, kita kiranya tidak hanya mengumpulkan harta dan kekayaan, tetapi juga mau berbagi dengan orang lain yang berkekurangan, dan menyisihkan waktu untuk mendengarkan kebijaksanaan dari Kristus. Kita juga tidak ingin diatur atau dikuasai oleh uang dan kekayaan. Sebaliknya, kitalah yang harus mengaturnya, termasuk membagi-baginya. 

Di tengah-tengah zaman dimana ada kecenderungan manusia untuk menomorsatukan harta kekayaan, hidup yang konsumeristis, bekerja berlebihan guna mencari uang dan kurang menyisihkan waktu untuk Tuhan dan keluarga, bergaya hidup yang sangat melekat dengan gadget dan alat-alat komunikasi lain, berbisnis kotor, serta berlaku tidak adil dan jahat demi mengumpulkan kekayaan, orang-orang Kristen dituntut untuk tetap hidup dalam kebenaran, untuk mampu berbagi dengan yang lain, untuk sanggup mempertahankan prinsip-prinsip dan nilai-nilai budaya yang baik, untuk mengumpulkan kekayaan secara adil dan jujur, bekerja secara profesional, untuk tetap berpikir dan berupaya akan hidup yang kekal.
Setiap kita mengharapkan keselamatan baik di dunia ini maupun di akhirat. Keselamatan di dunia ini dapat diartikan sebagai situasi aman, tenang, damai, bebas dari segala gangguan. Keselamatan di akhirat berarti hidup yang kekal dimana kita hidup tenang dan damai, bebas dari hukuman-hukuman yang menyakitkan. Untuk meraih keselamatan itu kita mesti bersama dengan yang lain. Itu kita temukan dalam keluarga, komunitas, lingkungan, stasi, paroki, rukun warga atau rukun tetangga, dsb. Di kala kita berusaha untuk memperoleh keselamatan kita, saat itu juga kita hendaknya mengingat orang lain yang membutuhkan keselamatan yang sama. Maka, mari saling membangun dan saling mendukung demi hidup dan keselamatan bersama. Aku tidak berarti tanpa dirimu. Aku tidak akan kaya tanpa yang lain. Aku tidak akan selamat tanpa kehadiran sesamaku. Pedagang tidak berguna tanpa orang lain sebagai pembeli. Guru tidak berfungsi tanpa murid yang membutuhkan pengajarannya. Para pengusaha tidak berarti dan tidak berkembang tanpa orang lain yang menjadi bawahannya yang menjalankan proses usahanya. Pemerintah tidak disebut pemerintah tanpa rakyat. Hidup kita tidak mungkin menjadi baik bila sendirian. Hidup akan baik bila kita bersama dan saling mendukung serta ada kerelaan untuk berbagi satu sama lain.

Kebijaksanaan dari budaya kita mengajarkan kita untuk saling berbagi. Sudah merupakan kebiasaan bahwa pada hari raya tertentu yang berbeda agama berbagi dengan sesamanya yang tidak seiman. Yang kuat hendaknya tidak menjadi harimau bagi yang lemah, melainkan menjadi pengayom dan penolong. Demikian kita membangun hidup bersama yang berkualitas.

Untuk memperoleh keselamatan yang kekal, hidup di dunia merupakan landasannya. Hidup di dunia menentukan hidup kita di akhirat. Keselamatan pribadi penting namun tidak kalah pentingnya juga keselamatan bersama. Kiranya keduanya bagaikan dua kumparan yang saling berhubungan. Yang satu bergerak, yang lain pun ikut bergerak bagaikan suatu sistem sosial. Perikop Injil Markus di atas dapat menjadi pegangan kita untuk rela berbagi dengan sesama. Norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya pantas dijunjung tinggi untuk membentuk karakter kita bersikap komuniter yang peduli dengan orang lain.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2016. KEARIFAN LOKAL - All Rights Reserved
Published by fioren sipayung
Proudly powered by Blogger