Home » » Membangun Kerajaan Surga dari Kesederhanaa

Membangun Kerajaan Surga dari Kesederhanaa

Written By Unknown on Sabtu, 13 Juni 2015 | Sabtu, Juni 13, 2015


Kotbah Minggu Biasa XI Tahun B/I

“Dikit berdikit-dikit, lama lama menjadi bukit. Sedikit demi sedikit lama lama menjadi banyak”. Itu pepatah. Ia mau menasehatkan agar manusia sabar dan mulai sesuatu dari hal-hal yang kecil dan sedikit.
Di dunia ini, boleh dikatakan, yang paling berbahaya, hebat dan besar dibangun dari hal yang kecil-kecil, remeh, dan sedikit. Tidak akan ada pesawat Air Bus bila tidak ada sekrup-sekrup yang kecil yang menghubungkan dan mengikat bagian-bagian lain menjadi berbentuk pesawat. Tidak akan ada tubuh kita yang seperti sekarang ini bila tidak dibangun oleh jutaan bahkan miliaran sel yang membentuk rambut, hidup, mata, otak, tangan, kaki, otot-otot, dan sebagainya. Tidak ada Negara Kesatuan Republik Indonesia bila tidak ada pulau-pulau kecil dan besar, demikian pun suku-suku dan agama-agama yang berlain-lainan dan kecil, bersatu dan membentuk suatu negara. Tidak akan ada smartphone Samsung yang begitu terkenal sekarang bila tidak dibentuk dari layar, baterai, dsb, serta bagian-bagian yang kecil. Boleh dikatakan, semua terbentuk dari hal-hal yang kecil. Oleh karena itu, hal-hal yang kecil dan remeh, hendaknya tidak disepelekan.
Kerajaan Surga itu juga seperti itu. Dia tidak langsung jadi, tidak langsung terbentuk. Dia seperti benih yang kecil, yang tumbuh dengan suatu proses. Kerajaan Surga itu juga berproses, butuh waktu, tidak instan, sampai dia suatu saat akan berbuah. Kerajaan surga itu seperti benih pohon, demikian tadi disebutkan dalam Injil. Sebagaimana pohon tumbuh secara perlahan-lahan yang mana kita pun tidak tahu kapan dan bagaimana prosesnya, sampai setelah sekian lama menjadi pohon yang menghasilkan buah dan bercabang serta berdaun banyak, demikian pun Kerajaan Surga itu.
Pohon begitu ditanam akan bertumbuh. Dan pada saatnya akan menjadi pohon yang besar, rindang, di bawahnya bisa berteduh, dan di cabang-cabangnya bisa bersarang burung-burung dan binatang-binatang lain dengan nyaman. Demikian halnya kita bisa memahami Kerajaan Surga itu.
Orang yang menerima Kerajaan Surga bila membiarkannya bertumbuh dalam dirinya akan membentuk dan mempengaruhi hidupnya. Dibiarkan saja benih itu bertumbuh pasti akan berpengaruh, apalagi bila dirawat dan diperhatikan dengan baik. Hal-hal yang kecil diperhatikan, seperti membiasakan diri melakukan hal-hal yang baik: membiasakan berdoa, ramah, perhatian, terbuka, murah hati, dsb, ini suatu saat akan membentuk karakter pribadi orang yang bersangkutan. Dia akan menjadi pribadi yang ramah, komplet, mantap, dsb. Yang dibangun adalah karakter yang baik. Sebaliknya bila yang dibangun dan dibiasakan adalah perilaku buruk, seperti mencuri, berbohong, berkata kasar dan jorok, sombong, maka itu akan membentuk seorang pribadi yang memang demikian. Sebab yang dibangun adalah karakter negatif. Hal yang sama berlaku bagi suatu komunitas atau suatu masyarakat.
Hasil atau dampaknya akan luar biasa, buah dan dampaknya akan sangat banyak seperti pohon yang dijelaskan tadi dalam perumpamaan itu. Bila itu adalah suatu pribadi maka pribadi itu akan menjadi garam dan terang dalam kehidupan. Kehadirannya akan selalu dirindukan karena keramahan, kemurahan, kegembiraan, keterbukaan, kesabaran, ketekunan dan kebaikan-kebaikannya. Bila itu suatu keluarga atau komunitas atau kelompok masyarakat, maka orang akan rindu datang ke sana karena damainya, sejuknya, indahnya, terbukanya, ramahnya, dsb. Ibaratnya keluarga/komunitas atau kelompok itu seperti oase kehidupan. Yang demikian akan terkenal tanpa dipopulerkan pun lewat radio, koran, atau televisi serta jaringan-jaringan internet lain.
Hal yang demikian sebenarnya sudah juga dikatakan oleh Allah sendiri dalam bacaan pertama tadi. Allah akan menumbuhkan pohon di atas gunung sehingga dikenal dan dilihat orang. Tuhan berkuasa untuk itu. Tuhan akan dimuliakan oleh pribadi atau keluarga atau kelompok masyarakat yang tumbuh seperti biji pohon tadi. Dan karena itulah maka Rasul Paulus dalam bacaan kedua tadi dalam suratnya pada jemaat di Korintus mengatakan kerinduannya kembali kepada Tuhan. Karena dia merasakan betapa damainya, bahagianya, serta indahnya hidup dan tinggal di dalam Tuhan.
Kehadiran dan keberadaan kita sebagai orang-orang Kristen di tengah masyarakat mestinya bagaikan biji atau benih pohon tadi. Kerajaan Allah memang telah ditaburkan kepada kita. Kerajaan Allah adalah Tuhan sendiri yang hadir dan berkuasa dalam kehidupan kita. Tuhan kita biarkan berkuasa dan merasuki kehidupan kita. Sering disebutkan tiga ciri hadirnya Kerajaan Allah, yakni damai, cinta dan keadilan. Ketiga ciri itu kiranya kita upayakan terus menerus dalam hidup kita. Kita ciptakan kedamaian, cinta dan keadilan. Kita bangun karakter itu dalam diri dan komunitas kita sebagai Kristen. Ketiganya akan mencipta suatu hidup yang harmonis.
Memang jelas ini merupakan pekerjaan sulit. Sebab dalam berbagai kondisi kehidupan kita, bisa saja kita menjadi penyebab hilangnya kerharmonisan dalam kehidupan sehingga kita disingkirkan. Itu bisa terjadi karena perkataan, sikap, perilaku atau perbuatan kita yang tidak disukai orang lain. Oleh karena itu, masing-masing kita perlu mengoreksi diri agar dapat memperbaiki hidup kita ke arah yang lebih baik, khususnya mengevaluasi diri serta keluarga atau bahkan kelompok kita. Hendaknya kita tidak bersikap remeh pada hal-hal yang kecil dan sederhana dalam hidup kita. Sadarlah dan waspadalah agar menganggap kekurangan kita yang kecil dapat menjadi karakter kita yang buruk. Sadarlah bahwa melakukan hal kecil yang positif justru dapat membangun diri kita sebagai pribadi yang positif juga. Sikap saling menyalahkan kiranya dijauhkan, sebab kita masing-masing mempunyai kelemahan. Menyatukan sikap dan kekuatan adalah jalan terbaik untuk memajukan kehidupan kita dan merawat serta menumbuhkembangkan benih kerajaan Allah yang telah ada dalam diri kita.
Ironis sekali bahwa masyarakat kita banyak mengabaikan hal-hal remeh dan sederhana seperti pentingnya disiplin, memakai helm, menghidupkan lampu sign ke kiri atau ke kanan bila hendak berbelok, berhenti di lampu merah, bersikap ramah dan lembut, jujur, sabar pada pejalan kaki, dsb. Akibatnya, masyarakat kita pelan-pelan mengarah pada suatu masyarakat yang tidak beradab. Pendidikan bisa semakin tinggi namun kualitas hidup dan peradaban bukannya semakin maju melainkan mundur karena karakter masyarakat yang tidak lagi memperhatikan nilai-nilai tadi.

Kita tidak ingin hal seperti itu terjadi dan berlanjut melanda hidup kita. Maka, sebagai pengikut Kristus kita kiranya menjadi pembangun karakter yang baik entah sebagai pribadi, kelompok atau komunitas dan anggota suatu masyarakat. Itu panggilan kita. Sabda Tuhan hari ini menegaskan itu. Kerajaan Surga yang telah ada di dalam diri kita hendaknya pelan-pelan kita rawat dan pelihara agar seperti pohon yang bertumbuh dan pada saatnya akan menghasilkan buah. Pikiran dan mental instan hendaknya kita jauhkan. Bekerja dengan ulet serta tekunlah yang kiranya kita bangun dalam diri kita untuk sampai pada suatu perubahan. Amin. fioren sipayung
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2016. KEARIFAN LOKAL - All Rights Reserved
Published by fioren sipayung
Proudly powered by Blogger