Kotbah Minggu Biasa XI Tahun B/I
“Dikit
berdikit-dikit, lama lama menjadi bukit. Sedikit demi sedikit lama lama menjadi
banyak”. Itu pepatah. Ia mau menasehatkan agar manusia sabar dan mulai sesuatu
dari hal-hal yang kecil dan sedikit.
Di dunia ini, boleh
dikatakan, yang paling berbahaya, hebat dan besar dibangun dari hal yang
kecil-kecil, remeh, dan sedikit. Tidak akan ada pesawat Air Bus bila tidak ada
sekrup-sekrup yang kecil yang menghubungkan dan mengikat bagian-bagian lain
menjadi berbentuk pesawat. Tidak akan ada tubuh kita yang seperti sekarang ini
bila tidak dibangun oleh jutaan bahkan miliaran sel yang membentuk rambut,
hidup, mata, otak, tangan, kaki, otot-otot, dan sebagainya. Tidak ada Negara
Kesatuan Republik Indonesia bila tidak ada pulau-pulau kecil dan besar,
demikian pun suku-suku dan agama-agama yang berlain-lainan dan kecil, bersatu
dan membentuk suatu negara. Tidak akan ada smartphone Samsung yang begitu
terkenal sekarang bila tidak dibentuk dari layar, baterai, dsb, serta
bagian-bagian yang kecil. Boleh dikatakan, semua terbentuk dari hal-hal yang
kecil. Oleh karena itu, hal-hal yang kecil dan remeh, hendaknya tidak
disepelekan.
Kerajaan Surga itu
juga seperti itu. Dia tidak langsung jadi, tidak langsung terbentuk. Dia seperti
benih yang kecil, yang tumbuh dengan suatu proses. Kerajaan Surga itu juga
berproses, butuh waktu, tidak instan, sampai dia suatu saat akan berbuah.
Kerajaan surga itu seperti benih pohon, demikian tadi disebutkan dalam Injil.
Sebagaimana pohon tumbuh secara perlahan-lahan yang mana kita pun tidak tahu
kapan dan bagaimana prosesnya, sampai setelah sekian lama menjadi pohon yang
menghasilkan buah dan bercabang serta berdaun banyak, demikian pun Kerajaan
Surga itu.
Pohon begitu
ditanam akan bertumbuh. Dan pada saatnya akan menjadi pohon yang besar,
rindang, di bawahnya bisa berteduh, dan di cabang-cabangnya bisa bersarang
burung-burung dan binatang-binatang lain dengan nyaman. Demikian halnya kita
bisa memahami Kerajaan Surga itu.
Orang yang menerima
Kerajaan Surga bila membiarkannya bertumbuh dalam dirinya akan membentuk dan
mempengaruhi hidupnya. Dibiarkan saja benih itu bertumbuh pasti akan
berpengaruh, apalagi bila dirawat dan diperhatikan dengan baik. Hal-hal yang
kecil diperhatikan, seperti membiasakan diri melakukan hal-hal yang baik:
membiasakan berdoa, ramah, perhatian, terbuka, murah hati, dsb, ini suatu saat
akan membentuk karakter pribadi orang yang bersangkutan. Dia akan menjadi
pribadi yang ramah, komplet, mantap, dsb. Yang dibangun adalah karakter yang
baik. Sebaliknya bila yang dibangun dan dibiasakan adalah perilaku buruk,
seperti mencuri, berbohong, berkata kasar dan jorok, sombong, maka itu akan
membentuk seorang pribadi yang memang demikian. Sebab yang dibangun adalah
karakter negatif. Hal yang sama berlaku bagi suatu komunitas atau suatu masyarakat.
Hasil atau
dampaknya akan luar biasa, buah dan dampaknya akan sangat banyak seperti pohon
yang dijelaskan tadi dalam perumpamaan itu. Bila itu adalah suatu pribadi maka
pribadi itu akan menjadi garam dan terang dalam kehidupan. Kehadirannya akan
selalu dirindukan karena keramahan, kemurahan, kegembiraan, keterbukaan,
kesabaran, ketekunan dan kebaikan-kebaikannya. Bila itu suatu keluarga atau
komunitas atau kelompok masyarakat, maka orang akan rindu datang ke sana karena
damainya, sejuknya, indahnya, terbukanya, ramahnya, dsb. Ibaratnya keluarga/komunitas
atau kelompok itu seperti oase kehidupan. Yang demikian akan terkenal tanpa
dipopulerkan pun lewat radio, koran, atau televisi serta jaringan-jaringan
internet lain.
Hal yang demikian
sebenarnya sudah juga dikatakan oleh Allah sendiri dalam bacaan pertama tadi.
Allah akan menumbuhkan pohon di atas gunung sehingga dikenal dan dilihat orang.
Tuhan berkuasa untuk itu. Tuhan akan dimuliakan oleh pribadi atau keluarga atau
kelompok masyarakat yang tumbuh seperti biji pohon tadi. Dan karena itulah maka
Rasul Paulus dalam bacaan kedua tadi dalam suratnya pada jemaat di Korintus
mengatakan kerinduannya kembali kepada Tuhan. Karena dia merasakan betapa
damainya, bahagianya, serta indahnya hidup dan tinggal di dalam Tuhan.
Kehadiran dan
keberadaan kita sebagai orang-orang Kristen di tengah masyarakat mestinya
bagaikan biji atau benih pohon tadi. Kerajaan Allah memang telah ditaburkan
kepada kita. Kerajaan Allah adalah Tuhan sendiri yang hadir dan berkuasa dalam
kehidupan kita. Tuhan kita biarkan berkuasa dan merasuki kehidupan kita. Sering
disebutkan tiga ciri hadirnya Kerajaan Allah, yakni damai, cinta dan keadilan.
Ketiga ciri itu kiranya kita upayakan terus menerus dalam hidup kita. Kita
ciptakan kedamaian, cinta dan keadilan. Kita bangun karakter itu dalam diri dan
komunitas kita sebagai Kristen. Ketiganya akan mencipta suatu hidup yang
harmonis.
Memang jelas ini
merupakan pekerjaan sulit. Sebab dalam berbagai kondisi kehidupan kita, bisa
saja kita menjadi penyebab hilangnya kerharmonisan dalam kehidupan sehingga
kita disingkirkan. Itu bisa terjadi karena perkataan, sikap, perilaku atau
perbuatan kita yang tidak disukai orang lain. Oleh karena itu, masing-masing
kita perlu mengoreksi diri agar dapat memperbaiki hidup kita ke arah yang lebih
baik, khususnya mengevaluasi diri serta keluarga atau bahkan kelompok kita. Hendaknya
kita tidak bersikap remeh pada hal-hal yang kecil dan sederhana dalam hidup
kita. Sadarlah dan waspadalah agar menganggap kekurangan kita yang kecil dapat
menjadi karakter kita yang buruk. Sadarlah bahwa melakukan hal kecil yang
positif justru dapat membangun diri kita sebagai pribadi yang positif juga. Sikap
saling menyalahkan kiranya dijauhkan, sebab kita masing-masing mempunyai
kelemahan. Menyatukan sikap dan kekuatan adalah jalan terbaik untuk memajukan
kehidupan kita dan merawat serta menumbuhkembangkan benih kerajaan Allah yang
telah ada dalam diri kita.
Ironis sekali bahwa
masyarakat kita banyak mengabaikan hal-hal remeh dan sederhana seperti
pentingnya disiplin, memakai helm, menghidupkan lampu sign ke kiri atau ke
kanan bila hendak berbelok, berhenti di lampu merah, bersikap ramah dan lembut,
jujur, sabar pada pejalan kaki, dsb. Akibatnya, masyarakat kita pelan-pelan
mengarah pada suatu masyarakat yang tidak beradab. Pendidikan bisa semakin
tinggi namun kualitas hidup dan peradaban bukannya semakin maju melainkan
mundur karena karakter masyarakat yang tidak lagi memperhatikan nilai-nilai
tadi.
Kita tidak ingin
hal seperti itu terjadi dan berlanjut melanda hidup kita. Maka, sebagai
pengikut Kristus kita kiranya menjadi pembangun karakter yang baik entah
sebagai pribadi, kelompok atau komunitas dan anggota suatu masyarakat. Itu
panggilan kita. Sabda Tuhan hari ini menegaskan itu. Kerajaan Surga yang telah
ada di dalam diri kita hendaknya pelan-pelan kita rawat dan pelihara agar
seperti pohon yang bertumbuh dan pada saatnya akan menghasilkan buah. Pikiran
dan mental instan hendaknya kita jauhkan. Bekerja dengan ulet serta tekunlah
yang kiranya kita bangun dalam diri kita untuk sampai pada suatu perubahan.
Amin. fioren sipayung
0 komentar:
Posting Komentar