Penguburan orang meninggal di Talang Mamak (Siambul)
Suatu hari ketika masih tinggal dan bertugas di Siambul, saya memimpin upacara penguburan kurang lebih sekitar tahun 2008 yg lalu. Sebelumnya pihak keluarga mendatangi saya untuk meminta agar saya mengadakan upacara penguburan menurut cara Katolik krn mereka memang Katolik. Sekitar jam 14.00 saya ditemani oleh dua orang suster KSFL yg kebetulan sedang kerasulan di sana dan satu orang katekis serta umat yang lain berangkat ke rumah yg berduka dengan membawa dupa, wiruk, air suci, lilin dan salib kecil yg dipegang oleh pemuda yang bernama Yusuf Sukardi. Jenazah sudah disemayamkan selama tiga hari tanpa diformalin – menurut mereka mayat orang meninggal tidak boleh diformalin karena merasa kasihan dengan orang meninggal itu, menambah rasa sakit baginya dan kurang menghormatinya. Karena sudah tiga hari tentu saja mayat sudah mulai menyebarkan aroma yg tidak enak. Namun demikian kami tetap menjalankan dengan baik upacara pemberangkatan jenazah di rumah dengan ibadat. Jenazah sudah dimasukkan ke dalam peti mati yg sangat sederhana, terbuat dari papan tanpa dilapisi dengan bahan tertentu di bagian luarnya. Mata jenazah itu ditutupi dengan uang logam. Sebelum berangkat ke kuburan beberapa orang masih memberikan penghormatan; ada yg mengelus wajah, ada yg mencium wajah bahkan menjilat lidahnya –menurut tradisi dengan demikian kekuatan orang tersebut bisa masuk ke dalam diri yg mencium tadi. Kemudian kami berangkat ke kuburan. Dan di sana sudah siap lubang sedalam kurang lebih satu setengah meter. Sebelum mayat diturunkan ke dalam kubur ada dua orang wanita dari keluarga yg berduka, melompat masuk ke dalam kubur, menangis di sana. Seolah-olah mereka tidak merelakan kepergian orang tersebut karena cintanya, dan dengan tindakan itu mau dikatakan agar merekalah yg lebih baik mati. Tindakan itu disebut dengan merota. Demikian penjelasan bapak Batin pada saya ketika beliau saya tanya mengapa hal itu terjadi dan apa maksudnya. Setelah kedua orang itu ditarik keluar, dimasukkanlah ke dalam kubur hal-hal yang perlu sebagai keperluan orang meninggal itu di perjalanan dan hidupnya selanjutnya, seperti peralatan-peralatan makan, peralatan dapur, pakaian, uang, dan minuman. Setelah itu jenazah diturunkan ke dalam kubur dan sebelumnya uang logam yg menutup mata janazah itu diambil oleh orang tertentu dan dibuang ke belakang dari posisi dia berada. Tak seorang pun boleh kena dengan uang itu, bila kena dia akan sakit atau meninggal. Demikian keyakinan di sana berkaitan dengan uang logam tersebut. Kemudian saya melanjutkan upacara secara Katolik setelah sebelumnya diadakan upacara adat di kuburan. Patut disayangkan bahwa pada saat itu belum ada tata penguburan orang meninggal yg inkulturatif budaya Talang Mamak. Kubur ternyata tidak ditimbun langsung penuh dengan tanah melainkan ditutupi dengan beberapa lembar papan dan tikar, kemudian papan ditimbun dengan tanah yang tentu tidak tebal. Hal itu dibiarkan berlangsung sampai kurang lebih 100 hari hingga papan tersebut membusuk dan jatuh ke dalam kubur. Dan selanjutnya akan diadakan upacara Naik Tanah. Ini suatu upacara utk menimbun kuburan penuh dengan tanah dan membuat tanda permanen di kuburan. Namun upacara ini dapat terlaksana seturut kemampuan ekonomi pihak keluarga orang yang meninggal. Bila mereka belum sanggup utk mengadakannya maka kuburan dibiarkan demikian terbuka. Biasanya bila ada orang yang meninggal masyarakat di desa ini pd umumnya mengujungi kuburan anggota keluarganya dan membersihkannya dan meninggalkan makanan ataupun minuman serta rokok di kuburan itu utk makanan yg meninggal. Pada saat itu belum semua kuburan punya pertanda berupa salib walaupun mereka sudah Katolik. Kuburan baru biasanya ditutupi dengan suatu pondok kecil dan ini pun sesuai dengan keadaan ekonomi keluarga.
Artikel ini cukup baik dan sangat berarti utk memperkenalkan suku Talang Mamak ke dunia yg lebih luas. Akan sangat baik jika tema ini didalami lagi tp sebagai informasi awal sangat baik yg akan mengundang orang utk suatu diskusi terutama saudara-saudari dri Talang Mamak sendiri. Mereka diharapkan memperkaya dan memberi tanggapan atas tulisan-tulisan seperti ini.
BalasHapusAktivitas sehari-hari, pesta-pesta, tarian dan alat musik dan unsur-unsur budaya Talang Mamak lainnya menjelaskan pemikiran dan kearifan lokal Talang Mamak.
BalasHapus